Asmara Mira

karya Dhuha Ramadhani, Kriminologi UI 2013


Ini adalah Januari ketiga di Bandung. Kota ini bagian dari penggalan kisah Mira dan Gesa bertukar cinta. Tepatnya di warung bakso pinggir jalan di Dago. Meski sudah banyak berubah, jalan-jalan di kota ini tetap sama dengan kisah, cinta, dan kecemburuannya. Sungguh persinggahan yang apik bagi muda-mudi Ibukota. Januari ini Mira, Gesa, Latif, Inggrid dan Raras memilih untuk berlibur di Villa Rojali milik keluarga Mira.

Kelimanya ialah teman satu kampus, kecuali Raras yang memilih kampus lain. Perkenalan mereka dimulai sejak diterima di Sekolah Menengah Atas yang sama di Jakarta Selatan. Baru dekat dan sering pergi bersama ketika Ujian Nasional selesai.

Mira Asmara, perempuan manis ini memang idaman bagi siapa saja di sekolahnya. Sangat feminim dan anggun dilihat segi apapun. Kalau ditengok, ada saja perempuan yang turut meliriknya. Keelokannya makin menjadi ketika mulai berkuliah di jurusan Sastra Perancis. Ia bertemu Gesa Karta Wijaya saat Study Tour kelas 2. Dikenalkan oleh Latif kawan bermainnya di tengah pesta kostum. Sejak saat itu nampaknya Latif lebih sering dijadikan tempat curhat daripada lawan main FIFA.

Latif lahir saat ibunya melahirkan. Entah alasannya apa ia diberi nama Latif Purnama. Mungkin karena kisah berikut. Dulu sekali, kakek Latif yang baru kembali dari sawah berlari mengejar taksi yang ditumpangi anaknya, Purniawati, menuju Rumah Sakit.

Sambil berlari kakeknya berteriak dengan membawa secarik kertas,

“Puurrrrrrrr…”

Pak Supir tidak berhenti sebab khawatir akan kondisi penumpangnya. Namun ia sempat mendengar beberapa kata dari kakek Latif. Sembari menyodorkan kertas kakek Latif masih berlari,

“Puurrrrr…”

“Namaaaaaa….”

Lalu taksi melaju semakin kencang.

“Bu, tadi kakek itu bilang ‘Purnama’” kata Pak Supir

Jadilah ia dinamakan Latif Purnama. Hampir lupa, Pak Supir yang super itu bernama Latif. Latif ialah anak satu-satunya yang menjadi harapan keluarga. Ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang dari Ibu, Bapak, Kakek, dan Neneknya. Latif dan Gesa kuliah di jurusan yang sama, Sosiologi.

Kalau di rumah, Inggrid dipanggil Meuthia oleh kakaknya. Nama depan mereka sama, jadi aneh kalau dipanggil Inggrid juga. Ia kuliah di jurusan Ilmu Hukum. Kadang ia suka ceramah soal aturan-aturan yang tidak begitu penting.

Mira dan Raras tinggal di satu kamar kost. Dibandingkan dengan Mira, tubuh Raras lebih kurus tidak berisi. Dandanannya pun bertolak belakang. Menggunakan rok adalah pantangan baginya, kecuali saat dulu di sekolah. Sekar Raras memilih jurusan Kimia di kampus sebelah. Sering pulang larut malam dengan jalan sempoyongan.

Dibalik itu semua, Raras merupakan orang yang kuat, tabah dan berani. Kalau ia mendengar Gesa bermain cinta dengan perempuan lain, Raras akan mendaratkan bogem mentah sebelum Gesa sempat menjelaskan. Menyakiti hati perempuan baginya adalah tindakan yang sangat tidak dapat diterima. Bahkan Raras menyarankan Mira untuk meninggalkan Gesa saja. Tidak sekali dua kali Gesa kedapatan berselingkuh. Raras cukup paham dengan perkataannya. Sahabat yang setia bagi Mira, hadir kapan pun apabila dibutuhkan.

Jalanan Bandung cukup padat sore itu. Mereka baru sampai di Villa sesaat sebelum magrib. Villa Rojali benar-benar sulit untuk dijangkau. Kita tidak akan menemukan aspal yang utuh disini. Orang tua Mira memiliki berhektar-hektar kebun sayur-mayur untuk dikirim ke kota. Termasuk kebun strawberry di punggung bukit. Di atas bukit itulah dibangun Villa Rojali.

Mobil biasa tidak akan mampu sampai kesini. Bisa, namun tergantung seberapa ahli pengemudinya. Gesa yang sudah beberapa kali kesini nampak terbiasa. Terlebih dengan mobil diesel gagah yang ia kendarai.

Gerbang villa sudah dibuka oleh Kang Amir. Di depan pintu Kang Amir menyapa dengan ramah. Namun ia cukup sinis ketika menatap Gesa. Menurutnya Gesa tidak tahu nilai dan norma. Sedangkan Mira merasa nyaman dengan rangkulannya yang mesum. Merasa terhina, Gesa membentak Kang Amir.

Sesampainya di ruang tamu, Mira menceritakan mengapa Kang Amir bersikap demikian. Dulu saat masa liburan SMP, Mira hampir dilecehkan oleh tiga buruh tani yang bekerja untuk orang tuanya. Kang Amir yang memergoki perbuatan itu lantas menolong Mira. Sejak saat itu Kang Amir dijadikan orang yang dipercaya orang tuanya dan ditugaskan juga untuk mengawasi dan melindunginya. Ketiga buruh tani tadi dipukuli sampai masuk rumah sakit.

“Mungkin masih terbawa. Tapi gitu-gitu masakannya enak kan?” tanya Mira.

Mereka berlima lekas tidur setelah menikmati hidangan yang disiapkan Kang Amir. Jakarta-Bandung di musim hujan ini memang agak melelahkan. Terlebih harus mendaki bukit seperti ini.

Tengah malam Mira bangun karena belum ke toilet sejak tiba di Villa. Ia tidak mendapati Gesa tidur disampingnya. Melihat toilet di bawah pintunya tertutup dengan lampu menyala, ia memutuskan untuk ke toilet di lantai 2. Gesa sedang memakai toilet itu, pikirnya.

Saat menuju toilet di lantai 2, Mira melewati kamar Latif yang pintunya sedikit terbuka. Betapa terkejutnya ia, sekaligus tidak tahu harus berbuat apa ketika melihat pemandangan di depannya. Di kamar itu Gesa dan Latif tengah berciuman. Mira mengurungkan niatnya ke toilet dan kembali ke kamar dengan perasaan yang berkecamuk.

Pagi tiba, Mira memanggil Inggrid dan Raras ke kamarnya. Mira menceritakan semua yang dilihatnya kepada mereka. Mulai matahari terbit hingga tengelam Mira mendiamkan Gesa. Ia tidak mau keluar kamar bahkan untuk sarapan juga makan siang. Menjelang makan malam Gesa yang kebingungan masuk ke kamar Raras di atas. Ia bertanya pada Raras karena menurut Inggrid, Mira tidak mau menemuinya. Raras menyampaikan pada Gesa tentang apa yang Mira lihat semalam. Dengan terburu-buru Gesa menghampiri Latif yang sedang merokok di balkon.

Makanan sudah matang, Kang Amir memanggil semua teman-teman Mira untuk makan. Sebelum sampai di balkon, Kang Amir mengurungkan niatnya. Ia mendapati Gesa dan Latif tengah berdebat agak panas. Di saat itu pula nampaknya Gesa dan Latif menyadari bahwa ada orang yang mengawasi mereka.

Kang Amir kembali turun ke dapur tak lama berselang disusul Raras yang baru saja dibangunkan Inggrid di kamarnya. Raras yang tahu ada aroma makanan kesukaannya langsung turun ke dapur dan membantu Kang Amir. Setelah Kang Amir berjalan ke ruang makan, Raras turut menyiapkan hidangan dan membawakannya juga.

Merasa sudah ditunggu, Gesa dan Latif turun ke ruang makan. Kang Amir membawakan makanan yang aromanya sangat lezat, ada kambing muda guling dan pasta. Raras menyusul dengan salad istimewa khusus untuk Gesa yang vegetarian. Kang Amir paham betul bagaimana menyambut tamu dari jauh.

Setelah makan suasana antara Mira dan Gesa lebih hangat. Banyolan dan cerita lama tetap menjadi andalan dalam mencairkan suasana. Justru Latif yang masih tampak kesal. Meski demikian mereka tetap menari bersama dalam alunan musik favorit mereka. Sementara yang lain menyiapkan peralatan untuk menonton DVD, Latif pergi ke kamar. Mira sempat mengira ia sedang tidak nyaman dan memilih membiarkannya. Sesaat kemudian ternyata Latif turun lalu membagi-bagi vodka buah tangannya dari Paris. Masing-masing memegang botolnya kecuali Inggrid yang memang tidak minum alkohol. Segel-segelnya sudah dibuka.

“Racikan yang aku pelajari dari Paris sana, cheers!” tukas Latif.

Film sudah selesai dan minuman penutup sudah habis. Inggrid yang paling sadar berinisiatif untuk membersihkan ruang tamu dan meja makan. Saat membuang sisa makanan, dilihatnya ada bungkus racun tikus di tong sampah.

Hujan di luar mereda. Mengingat sudah larut malam, Kang Amir segera pamit pulang. Sebelumnya ia menyalakan generator tambahan dan menyalakan penghangat ruangan di seluruh kamar. Rumah Kang Amir ada di desa bawah. Dapat ditempuh berjalan kaki sekitar 50 menit.

Latif, Inggrid dan Raras dibangunkan dengan teriakan sangat keras dari Mira di kamar bawah. Di kasur yang sama dengan Mira, Gesa terbujur kaku dengan mulut mengeluarkan busa. Mereka bertiga lari dan masuk kamar mendapati keadaan yang sangat mencengangkan. Mira masih histeris di sudut kamar. Sementara itu Raras ketakutan dan berlari keluar. Ditemuinya Kang Amir yang baru datang. Lantas Kang Amir berlari menuju kamar dimana Gesa meregang nyawa.

“Jangan diapa-apakan. Kamarnya dikunci saja”

Inggrid dan Latif berusaha menenangkan Mira. Kang Amir kembali ke teras dimana Raras sedang menangis tersedu. Raras menceritakan seberapa dekat ia dengan Gesa. Mulai dari perkenalan sampai kisah-kisah lucu yang pernah mereka alami.

“Gesa itu orang yang sangat bertanggung jawab dan bisa menjadi laki-laki yang bisa diandalkan. Tidak merepotkan, Kang. Bukan seperti Latif yang kekanakan. Mudah marah, tidak bisa kontrol emosi.” sambil menangis.

“Kemarin malam Mira lihat Latif sedang mencium Gesa di kamarnya. Mira sangat marah tapi tidak tahu harus menyalahkan siapa.”

Kang Amir tidak dapat menahan rasa ibanya melihat Raras yang begitu terpukul. Ia tak berani membayangkan bagaimana kondisi Mira, anak majikannya di dalam.

“Maaf neng…”

“Kenapa, Kang?”

“Kemarin Kang Amir lihat den Gesa dan den Latif bertengkar, semacam adu mulut. Berdebatlah.”

“Kapan, Kang?”

“Sebelum makan malam neng. Tadinya Kang Amir mau manggil mereka, tapi nggak enak. Kayaknya mereka juga lihat Kang Amir datang. Jadi Kang Amir turun lagi ke dapur”

“…”

Neng…?”

“Ini pasti ulah Latif, Kang!. Semalam dia kelihatan marah sekali setelah makan. Tapi lalu turun dan bawa vodka. Kami semua minum vodkanya, tapi kenapa Gesa sendiri yang kena, Kang?” marah-marah sembari menangis tersedu-sedu.

“Ke dalam dulu neng, istirahat. Sebentar lagi hujan, lagi sering hujan angin disini. Temani neng Mira.” ujar Kang Amir dengan menepuk pundak Raras sambil tersenyum.

Kemudian Raras berlari ke kamar atas. Di kamar sudah ada Mira dan Inggrid. Raras menceritakan tentang Kang Amir yang kepergok ketika Gesa dan Latif berdebat soal peristiwa ciuman malam itu. Raras lalu menceritakan bagaimana sifat-sifat Latif sesuai dengan yang diceritakan ke Kang Amir. Raras juga mengaitkan kematian Gesa dengan vodka yang dibawa Latif. Namun sebelum Mira dan Raras menyimpulkan bahwa vodka Latif adalah penyebab kematian Gesa, Inggrid menyela.

Inggrid bercerita bahwa ia melihat racun tikus yang sudah terbuka di dapur saat membersihkan sisa makanan. Kemudian disambut Mira yang membahas tentang sore lalu saat kedatangan mereka dan sikap Kang Amir yang tidak suka pada Gesa lebih dari biasanya. Sebelum jauh, Mira sebenarnya masih ragu.

“Apakah tega Kang Amir membunuh Gesa?”

Inggrid mengingatkan peristiwa pemukulan yang pernah dilakukan Kang Amir seperti yang diceritakan Mira. Apalagi apabila ada yang mengganggu Mira. Inggrid menyambungkannya dengan fakta bahwa Kang Amir sudah tahu sikap Gesa yang berengsek, khususnya peristiwa ciuman itu. Dikaitkan lagi dengan racun tikus yang mungkin dimasukan oleh Kang Amir ke salad Gesa.

“Siapa lagi yang paling tahu apa makanan kesukaan Gesa disini?”

Raras mencegah diskusi soal pelaku yang berkepanjangan dan justru saling menyalahkan. Ia menyarankan untuk fokus dulu pada Gesa. Tentang apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan.

“Hentikan dulu tuduhan yang dapat memecah belah kita.”

Mereka bertiga kembali ke ruang tengah dan mendapati Kang Amir dan Latif sedang berdiskusi. Suasana di luar hujannya bertambah lebat dan semakin berangin. Akhir-akhir ini cuaca sangat cepat berubah secara ekstrim karena kondisi lingkungan yang semakin memburuk.

Kelimanya lalu memutuskan untuk mencari bantuan dengan menelepon. Mira dan Inggrid lari ke arah kamar Gesa untuk mengambil handphone yang mereka tinggalkan. Namun Raras mencegah karena menurutnya mengutak-atik Tempat Kejadian Perkara (TKP) bisa mempersulit penyelidikan. Beruntung handphone Raras ada di kantong celananya. Saat ingin menelepon, handphone-nya mati. Latif berlari ke kamarnya, sambil turun tangga ia mengumpat sebal karena tidak ada signal.

Kang Amir meminta izin untuk turun ke desa dan meminta bantuan. Belum sampai pintu depan Latif menarik Kang Amir. Menurut Latif cuaca di luar justru membahayakan Kang Amir. Lebih baik tunggu dulu hujan reda. Raras, Mira dan Inggrid setuju. Kang Amir membatalkan niatnya.

Sampai sore, hujan tak kunjung reda dan angin pun masih bertiup kencang. Kang Amir bersikeras untuk segera turun ke desa agar bisa ke kota. Latif berusaha mencegahnya kembali namun gagal. Kang Amir mengambil kunci mobil di rak TV dan langsung pergi. Akan tetapi di jalan ada pohon tumbang, mobil Mira tidak bisa lewat. Kang Amir memutuskan berlari ke desa dan baru kembali ke villa. Sambil berbasah kuyup Kang Amir mengabarkan besok akan ada warga datang untuk menebang pohon agar tak menghalangi jalan. Begitu pula dengan polisi. Mobil mereka adalah satu-satunya yang ada di desa saat itu, truk-truk sayur belum kembali dari Jakarta.

Kang Amir memutuskan menginap karena khawatir akan terjadi hal lain yang tidak diinginkan. Kelimanya memutuskan untuk beristirahat. Latif dan Inggrid menenangkan Mira. Kang Amir dan Raras menyiapkan makan malam, seharian ini mereka tidak makan. Kali ini mereka makan bersama di satu meja dengan perasaan yang saling curiga. Makan malam kali ini begitu hening.

Inggrid berusaha membuka keheningan malam itu dan menghibur keadaan yang tegang. Inggrid mengomentari tentang keadaan villa yang nyaman dan bersih. Raras juga mengiyakan terlebih suasananya jauh dari kota dan keramaian, sangat ideal. Latif yang kemarin bermain golf mini bersama yang lainnya termasuk Inggrid yang memang suka bermain juga berpendapat sama. Rumputnya dijaga dan dipotong secara rutin sehingga tidak mengganggu jalannya bola. Mira berusaha ikut masuk dalam upaya sahabatnya itu kemudian menceritakan tentang bagaimana Kang Amir rajin dan rutin sehingga dipercayai keluarga. Keheningan akhirnya dapat dipecahkan dengan perbincangan yang renyah.

Tiba-tiba Inggrid menanyakan soal bungkus racun tikus yang ada di dapur kepada Kang Amir. Raras dan Mira bergeming, sedangkan Latif naik pitam mengingat Gesa ditemukan mati dengan kondisi mulut mengeluarkan busa. Kang Amir menjawab terbata-bata saat kaosnya ditarik oleh Latif. Terjadi percekcokan antara Latif dan Kang Amir hingga berujung baku hantam, namun Raras menghentikan perkelahian mereka dan menyarankan agar semuanya beristirahat.

Latif yang masih marah langsung lari dan naik ke kamar di lantai 2 disusul oleh Raras yang berusaha menenangkannya. Setelah cukup lama akhirnya Latif tenang, Raras meninggalkannya. Raras kembali ke ruang makan dan mendapati meja sudah dibersihkan. Piring dan gelas sudah dicuci oleh Inggrid sedangkan Kang Amir membersihkan yang lainnya. Raras kembali ke kamar Latif untuk memastikan ia baik-baik saja.

Setelah merasa Latif sudah mampu mengontrol emosinya Raras kembali ke bawah. Raras berkeliling mencari Kang Amir untuk memintanya menyalakan generator tambahan agar bisa menyalakan penghangat ruangan. Ternyata Kang Amir sudah tidur di kamar belakang yang sejak awal kosong karena biasanya Kang Amir pulang.

Di kamar, Inggrid masih berusaha agar Mira melupakan kejadian pagi ini. Raras masuk ke kamar sambil membawa susu hangat lalu menyalakan penghangat ruangan. Menawarkannya pada Mira dan Inggrid, namun Inggrid menolak. Ia alergi susu. Waktu menunjukan pukul 11 malam.

Mira tertidur. Sedikit bergeser tampat duduk Inggrid tiba-tiba menegur Raras yang kembali mengonsumsi kokain. Ia menemukan kokain saat mencari minyak angin untuk Mira di tas Raras. Raras minta maaf dan menyerahkannya pada Inggrid, lalu dimasukan ke tasnya. Semuanya tidur.

Keesokan harinya Mira bangun terlebih dahulu dan mendapati dua gelas susu putih dan satu teh manis sudah tersedia di meja makan, tidak hangat. Raras dan Inggrid menyusul kemudian. Mereka sarapan roti lapis yang sudah disediakan di meja. Tak lama berselang, warga datang bersama polisi. Kurang lebih pukul sepuluh.

Polisi bermaksud segera memeriksa TKP, namun kunci kamar Gesa dibawa oleh Kang Amir. Mereka lalu mencari Kang Amir. Secara mengejutkan Kang Amir ditemukan tewas dengan luka pukulan di kepalanya. Di kamar belakang juga ditemukan stick golf. Mira, Raras dan Inggrid spontan berteriak histeris sambil menyebut nama Latif. Polisi langsung menuju kamar Latif diantar oleh Mira dan Inggrid. Latif yang baru saja bangun tidur diringkus.

Mira sangat terpukul tidak kuat menahan tangis. Hari ini dua orang yang menyanyanginya meninggal secara tidak wajar. Mira enggan melihat jenazah Gesa maupun Kang Amir. Ia terus meludahi Latif sambil memaki-makinya.

Raras dan Mira kembali ke Jakarta dengan mobil polisi sedangkan Inggrid di mobil ambulance. Inggrid sudah berjalan lebih dulu satu jam. Disusul mobil yang mengangkut Latif. Mereka kembali ke Jakarta tanpa membawa apapun selain pakaian yang sedang dikenakan. Saat sampai di rumah sakit Inggrid tiba-tiba terkapar dan mulutnya mengeluarkan busa. Ia tewas saat itu juga.

Dalam perjalanan Raras terus menenangkan Mira. “Mira tenanglah, saat ini hanya tinggal kita berdua. Tidak akan ada lagi yang mengganggu kita. Lupakan dulu kejadian-kejadian yang baru saja menimpa kita semua. Kita pikirkan bagaimana kita kedepannya nanti.”

Tidak kurang dari 7 bulan kemudian polisi memaparkan semua temuannya di TV:

“Kandungan zat yang ada pada tubuh Gesa dan Inggrid adalah zat yang sama. Dosisnya 2 kali lipat lebih banyak pada tubuh Inggrid. Zat tersebut juga ditemukan dalam bentuk bubuk di sebuah botol beling di dalam tas Inggrid dengan sidik jarinya sendiri. Zat yang ada pada tubuh Gesa masuk bersama dengan salad yang terakhir dimakannya. Sedangkan yang ada pada tubuh Inggrid masuk bersama teh yang diminumnya sebelum ke Jakarta. Zat ini berasal dari campuran beberapa bahan kimia yang masih belum diketahui jenisnya. Sidik jari korban (Inggrid) ada di ketiga gelas yang digunakan saat sarapan. Hanya di 2 gelas lain yang terdapat sidik jari masing-masing milik Mira dan Raras di gelas bekas susu. Latif ditahan seumur hidup. Alat bukti berupa stick golf yang ditemukan bersama korban Amir dipenuhi oleh sidik jarinya seorang. Kasus ini murni merupakan pembunuhan dan bunuh diri. Motifnya belum diketahui. Demikian yang dapat kami sampaikan.”

Satu tahun kemudian Mira dan Raras bertemu di kedai kopi, Wall Street.

***


Leave a comment