Hilangnya Rehabilitasi dalam Hukuman Kebiri dan Pemasangan Chip

Rabu, 25 Mei 2016 presiden Jokowi mengesahkan Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu ini pada dasarnya ingin memberikan pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Namun yang menjadi permasalahan adalah tentang pemberlakuan hukuman kebiri kepada pelaku. Hukuman kebiri ini diatur dalam Pasal 81 ayat (7) yang berbunyi “Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan chip”. Pemberlakuan hukuman kebiri ini menurut presiden memiliki kriteria pelaku tertentu. Saya pikir kejahatan seksual terhadap anak memang sebuah kejahatan yang luar biasa. Tapi apakah hukuman kebiri merupakan hukuman yang tepat?

Hukuman Kebiri sebagai bentuk Corporal Punishment

Penghukuman yang berkaitan dengan penghukuman tubuh ini disebut sebagai corporal punishment. Filosofi corporal punishment tentang pelaku kejahatan adalah pelaku kejahatan tidak dapat “diperbaiki” lagi. Hukuman ragawiah seperti ini memang pernah menjadi tren sampai akhir abad 18. Sampai diadakannya institusi penjara sebagai salah satu cara untuk mengubah hukuman ragawiah yang sudah dianggap tidak manusiawi. Selain itu, kritik lain terhadap corporal punishment adalah kegagalnya dalam mengembalikan pelaku agar diterima dimasyarakat. Saat ini, masih terdapat beberapa negara yang menerapkannya seperti negara Arab Saudi dan Malaysia.

Hukuman kebiri pada dasarnya mengurangi hormon-hormon androgen dari tubuh seseorang untuk mengurangi dorongan seksual. Perubahan hormon ini diharapkan dapat menjadi langkah untuk mengurangi residivisme dari kasus kejahatan seksual terhadap anak. Penghukuman dengan mengubah struktur dalam tubuh ini sudah dapat digolongkan sebagai corporal punishment. Apakah hukuman kebiri ini bermaksud untuk mendisiplinkan pelaku? ataukah hukuman kebiri ini dimaksudkan untuk menyakiti pelaku? Yang menjadi masalah dari kejahatan seksual adalah pola pikir dari pelakunya. Bukan hanya soal hormon-hormon yang mendorong. Setiap orang memiliki hormon untuk memenuhi hasrat seksualnya. Namun pola pikir seseorang yang memiliki pengajaran mengenai seksualitas yang baik tidak akan melakukan kegiatan seksual yang merugikan orang lain. Maka untuk apa seseorang dikebiri untuk mengurangi hormon androgen padahal yang harusnya dibenahi adalah pola pikir dirinya.?

Hukuman kebiri yang akan diberlakukan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak ini tidak hanya akan menyakiti pelaku yang memperoleh hukuman ini. Namun disisi lain hukuman ini juga telah melanggar hak reproduksi dan seksualitas. Adanya pengebirian kimia ini akan mengurangi hormon yang memberikan dorongan dan kemampuan seksualitas pelaku. Selain itu pengebirian kimia ini bahkan akan sangat berdampak kepada kesehatan dari orang yang mendapatkannya karena memiliki efek samping pengeroposan tulang.

Pemasangan Chip sebagai Stigmatisasi Pelaku

Sudah dikebiri dipasang chip pula, sudah dihukum masih pula mendapat stigma. Pemasangan chip kepada pelaku bukan hanya sekedar upaya pelacakan namun juga dapat dilihat sebagai upaya stigmatisasi pelaku. Mereka masih dianggap berbahaya bagi masyarakat sehingga perlu untuk diawasi, dilacak dan dihilangkan kebebasannya, mungkin itu yang dipikirkan ketika Perpu No. 1 tahun 2016 ini dirancang. Jika negara saja sudah memberikan stigma bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak ini masih belum “aman”, bagaimana masyarakat dapat menerima dia kembali? Dengan adanya pemasangan chip ini bahkan berpotensi untuk melanggar hak atas kebebasan dari pelaku selama chip ini masih dipasang ditubuh mereka. Memang benar mereka tidak diambil hak kebebasannya dengan menggunakan ruang penjara. Namun kebebasan mereka diambil dengan cara diawasi di ruang bebas.

Rehabilitasi Dihilangkan?

“Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi” begitulah bunyi pasal 81A ayat 3 Perpu No. 1 tahun 2016. Pelaku direhabilitasi terlebih dulu, sebelum dikebiri. Butuh berapa hukuman kah untuk membenahi pelaku? Apakah penanaman nilai moral untuk merubah pelaku menjadi lebih baik dan diterima masyarakat tidakkah lebih baik? Inti dari teori rehabilitasi adalah membantu seseorang untuk dapat kembali beradaptasi kedalam masyarakat. Aspek “membantu adaptasi” manakah yang didapat dari pengebirian dan pemasangan chip terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak? Tidak ada. Terlebih lagi adanya hukuman pengumuman identitas pelaku. Hal ini disebutkan dalam pasal 82 ayat (5). Sudah dihukum fisik, mental masih pula dihukum secara sosial. Semakin sulit pelaku kejahatan tersebut untuk dapat kembali beradaptasi kedalam masyarakat. Hilang sudah unsur rehabilitasi yang sudah diusung oleh sistem pemasyarakatan Indonesia. Dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal (5) dijelaskan bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman; persamaan perlakuan dan pelayanan; pendidikan; pembimbingan; penghormatan harkat dan martabat manusia; kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Secara jelas dalam pasal tersebut bahwa filosofi penghukuman di Indonesia adalah rehabilitasi, yang artinya memperbaiki kualitas diri seseorang sehingga dapat kembali diterima dimasyarakat. Dr. Sahardjo SH pernah berkata, “tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat.” Dengan adanya hukuman pengumuman identitas tersebut bukankah akan meningkatkan potensi pemberian label dari masyarakat kepada pelaku kejahatan seksual tersebut?

 


Sumber:

Budiman, Aditya. (2016, 25 Mei). “Presiden Jokowi Teken Perpu Kebiri”. Tempo (Online) diakses melalui https://m.tempo.co/read/news/2016/05/25/063774029/presiden-jokowi-teken-perpu-kebiri diakses pada 26 Mei 2016 pukul 00.22 WIB

Jefriando, Maikel . (2016, 25 Mei). “Ini Isi Lengkap Perppu Perlindungan Anak pada Pelaku Kekerasan Seksual”. Detik (online) diakses melalui http://news.detik.com/berita/3217764/ini-isi-lengkap-perppu-perlindungan-anak-pada-pelaku-kekerasan-seksual diakses pada 26 Mei 2016 pukul 15.03 WIB

Kemenkes. (2016, 10 Mei). “Menkes: Pertimbangkan Efek Samping Hukuman Kebiri”. Kemenkes (Online) diakses melalui http://www.depkes.go.id/article/view/16051100002/menkes-pertimbangkan-efek-samping-hukuman-kebiri.html diakses pada 26 Mei 2016 pukul 15.08 WIB

Bosworth, Mary. (2005). Encyclopedia of Prisons and Correctional Facilities. Sage Publications Ltd.

Miller, Wilbur R. (2012). The Social History of Crime and Punishment in America: An Encyclopedia. Sage Publication Inc.


 

Depok, 26 Mei 2016

Khanifuddin Latif


Leave a comment