Catatan Harian Lokakarya Seni – Hari Kedua: “Kriminologi Performatif”

12079448_10200964273826810_5030219204017001722_n

Akhirnya Zikri sepakat untuk mau mengisi Lokakarya Seni wepreventcrime SOSPRO III (2015): KONSTRUKSI di hari kedua, Kamis, 8 Oktober, 2015. Menurut jadwal yang telah kami susun, seharusnya Abi Rama, pegiat Visual Jalanan, yang mendapat giliran memberikan materi di hari kedua. Namun, karena hari itu dia berhalangan hadir, kami pun memutuskan untuk memindahkan jadwal Abi ke hari lain, dan meminta Zikri mengisi hari kedua, demi menjaga intensitas kegiatan Lokakarta Seni. Intinya, supaya “kegiatan diskusi” yang baru mulai digalakkan kembali itu tidak terpotong.

Demi mendukung berlangsungnya diskusi sore hari itu, pukul setengah enam sore, aku sudah memakirkan motorku di tempat biasa. Basecamp masih tampak sepi, hanya ada Akbar, Dharmo, Rayhan, Didit, Dinda, dan pemateri dadakan, Zikri. Sebenarnya, menghadirkan Manshur Zikri sebagai pemateri dadakan juga ada benarnya. Selain untuk menjaga intesitas diskusi dalam lokakarya, kehadiran Zikri sebagai pemateri juga dirasa dapat menjembatani ketidakmengertian peserta diskusi yang latar belakang disiplin ilmunya berbeda-beda. Selain disiplin kriminologi, peserta yang mengikuti lokakarya ini juga ada yang dari disiplin komunikasi dan administrasi.

WP_20151008_005

Zikri, salah satu alumni kriminologi, sudah memiliki pengalaman di wilayah kerja-kerja kebudayaan, wilayah kreatif, khususnya seni. Sejak dia masih kuliah dulu (dari tahun 2010). Hingga sekarang, dia aktif di akumassa Forum Lenteng, mengkaji media, film, dan seni. Tulisan-tulisannya tentang seni (kritik seni dan kurasi seni) juga cukup banyak. Oleh karena itu, untuk konteks lokakarya ala mahasiswa seperti ini, Zikri kami anggap sebagai orang yang tepat untuk menjembatani ilmu-ilmu sosial dan seni.

***

“Yang lainnya mana, Meik?” tanya Zikri kepadaku.

“Wah, kagak tahu gue, Zik! Gue kira, gue yang telat datangnya, tapi malahan belum pada dateng ini…”

“Suruh pada dateng dong pesertanya yang di group whatsapp, biar rame nih!”

“Sip. Santai aja, Zik.”

Akhirnya, kami yang sudah berada di markas, langsung meramiakan group whatsapp, mengabarkan kepada kawan-kawan yang agar segera datang karena kegiatan lokakarya hari itu akan segera dimulai.

Kira-kira, berbeda dengan hari pertama, baru setelah maghrib kegiatan lokakarya hari kedua dimulai. Zikri sendiri adalah salah satu penggaggas wepreventcrime. Di Forum Lenteng, selain sebagai pegiat akumassa, dia juga bekerja sebagai kurator di festival film ARKIPEL.

WP_20151008_002

Zikri memulai lokakarya hari kedua dengan sedikit mereview apa yang disampaikan oleh Barto pada hari pertama. Zikri melanjutkannya dengan bertanya mengenai pemahaman kami terhadap latar belakang ilmu kami masing-masing. Oleh Zikri, para peserta diajak untuk berpikir, mengenai berbagai macam teori yang sudah kami pelajari di disiplin ilmu kami masing-masing. Tujuannya, agar kami mudah dalam mengonsepkan karya seni yang bisa dipamerkan nantinya. Jadi, kami bisa berangkat dari paradigma dan perspektif ilmu sosial yang memang benar-benar sudah kami mengerti.

Misalnya aku, ketika ditanya oleh Zikri, rencananya aku ingin berangkat dari sebuah teori kekerasan simbolik yang dikembangkan, salah satunya, oleh Pierre Bourdieu. Melalui karyaku nantinya, aku ingin melihat apakah masyarakat di Jalan Kober juga mengalami kekerasan simbolik. Jika memang mereka mengalami kekerasan simbolik, lalu apa bentuk konkretnya dan dampaknya. Akan tetapi, dari penuturan kami mengenai teori-teori yang kami minati, ada yang disayangkan oleh Zikri. Menurutnya, kami semua dianggap belum fasih dalam membicarakan sebuah teori. Hal inilah yang menurut Zikri membuat kami mengalami kesulitan dalam membuat karya apa nantinya.

“Sudahkah kalian membaca sampai tuntas literatur atau buku yang ditulis tokoh-tokoh yang kalian sebut?” salah satu pertanyaan Zikri. “Atau, sudahkah kalian membaca literatur lain yang membahas tuntas pemikiran-pemikiran mereka?”

“Salah satu penyebab mengapa kegiatan-kegiatan mahasiswa kita sekarang ini tidak berkualitas adalah karena mahasiswa-mahasiswa penyelenggaranya tidak mendalami disiplin pengetahuan yang mereka geluti,” ujar Zikri berpendapat. “Main asal rancang kegiatan, melupakan apa yang mereka pelajari di kampus, ujung-ujungnya kegiatan itu kosong dan tak memiliki daya pengetahuan.”

11222170_10200969301472498_2411049151225626675_n

Menanggapi kebisuan kami, Zikri melanjutkan materinya melalui suatu eksperimen. Dengan kamera handphone yang kami miliki, Zikri meminta kami untuk menghasilkan beberapa buah foto di saat itu juga. Zikri meminta kami untuk mengeksplor objek-objek yang ada di sekitaran markas wepreventcrime. Dari beberapa foto yang kami hasilkan, kami diminta untuk memilih satu yang kami anggap baik. Kami diberi waktu selama 15 menit. Zikri mengatakan, kegiatan eksplorasi foto-foto itu memiliki dua tujuan. Pertama, dengan eksplorasi dan foto-foto kami, kami dituntut untuk mau melatih visual kami terhadap fenoma-fenoma yang ada dan terjadi di sekitar kita. Kedua, nantinya foto-foto hasil ekplorasi para peserta akan di unggah ke akun media sosial kami masing-masing, tujuannya untuk meramaikan media sosial bahwa wepreventcrime sedang melakukan kegiatan Lokakarya Seni SOSPRO III (2015): KONSTRUKSI. Hal ini, menurut Zikri, sama halnya dengan strategi publikasi, tetapi peserta juga ambil bagian dalam publikasi kali ini.

Setelah kami puas mengeksplorasi dan mengunggah foto kami di media sosial, Zikri mempersilakan kami, masing-masing, menjelaskan kepada peserta yang lain alasan mengapa mengambil dan memilih foto tersebut. Di lain pihak, Zikri juga menambahkan penjelasan dan kritik mengenai hasil foto para peserta yang dipresentasikan. Misalnya saja, foto Rayhan dengan tajuk “Sticker Rumah”. Rayhan menjelaskan bahwa foto ini berangkat dari pengalaman-pengalaman Rayhan, bahwa ia sering melihat sticker seperti itu di setiap rumah. Dari karya Rayhan, Zikri juga menambahkan bahwa foto Rayhan dapat dikatakan sebagai sebuah hasil dari “riset” dan “analisis” yang berusaha menghindari ngasal. Zikri menjelaskan bahwa pengalaman pribadi dari Rayhan merupakan contoh dari fleksibilitas riset, yang umumnya dipraktikkan oleh seniman-seniman.

12108129_10205397646606676_8742502403418880712_n

Tentu saja, riset yang singkat itu sendiri—yakni, aksi Rayhan memotret sticker-sticker dengan kamera handphone pribadinya—menghasilkan sejumlah materi atau data, berupa foto-foto sticker yang kebetulan menempel di bascamp wepreventcrime, kontrakan Rayhan dan keluarganya. Di sisi lain, Rayhan juga melakukan analisis dari data yang ditemukannya: Bahwa, sejumlah sticker yang ia amati umumnya adalah sticker advokasi dari pemerintah, berisikan himbauan-himbauan tentang keluarga. Analisanya, bahwa konten (atau teks yang tertera di sticker itu) seakan mengkonstruksi suatu pandangan ideal tentang keluarga, contohnya ide tentang “keluarga bahagia” adalah yang taak pajak. Menurut Zikri, ketika sticker itu dipotret dan menjadi sebuah foto, Rayhan telah melakukan framing untuk membicarakan gagasan tersebut. Ketika orang lain melihat foto Rayhan, mereka akan dipancing untuk berpikir ke arah itu. Melalui fotografi, selain konten, Rayhan juga melakukan praktik artistik, meskipun intensitas Rayhan sebagai fotografer amatir masih perlu diasah agar menghasilkan karya yang baik. Akan tetapi, proses “riset” yang dilakukannya, secara pasti memengaruhi estetika dari karya fotografi yang dia hasilkan.

12072706_10200969302792531_7836139102350189787_n

Apa yang dijelaskan Zikri melalui eksplorasi visual terhadap ruang markas yang menjadi tempat kegiatan lokakarya, melalui medium fotografi, adalah pengalaman baru tersendiri bagi para peserta. Sepengamatanku, para peserta juga tambah mengerti untuk mencari titik temu antara seni dan latar belakang disiplin ilmu mereka masing-masing.

Ketika kegiatan eksplorasi ruang diskusi telah selesai, Zikri baru masuk ke dalam materi yang memang ia persiapkan dalam lokakarya hari kedua hari ini. Materi utama di lokakarya hari kedua. Zikri sendiri, ketika sepakat memberikan materi, mengatakan bahwa ia akan meberikan materi mengenai “performative criminology”. Melalui dua kata itu, Zikri memfokuskan peserta untuk melihat kata performative dalam memahami frasa tersebut.

Zikri menjelaskan bahwa performative memiliki arti, yaitu suatu hal yang memiliki sifat pertunjukan atau memiliki sifat performa. Menurut Zikri, apa yang sudah kita lakukan sebelumnya, yaitu mengeksplorasi ruang diskusi dengan foto lantas “memamerkannya” ke media sosial, merupakan sebuah kegiatan yang memiliki sifat pertunjukan. Gagasan tentang “konstruksi negara” (yang juga umum dibahas dalam ilmu kriminologi, komunikasi dan administrasi) dipresentasikan ke orang-orang melalui aksi “pertunjukan”, bukan melalui sidang akademik seperti mempresentasikan makalah atau skripsi. Akan tetapi, kegiatan eksplorasi itu, skalanya masih kecil dan dampak yang dihasilkan juga masih kecil, atau bahkan cenderung tidak ada. Kata performative dalam hal ini, mengindikasikan bahwa bidang-bidang studi yang bukan seni, seperti kriminologi, sebenarnya berpeluang untuk tampil sebagai gagasan seni.

12049579_10200969302512524_4554571544818228930_n

Menjelang akhir dari diskusi lokakarya hari kedua itu, kami semua diminta untuk mengutarakan rencana konsep karya kami secara lisan. Satu per satu, perserta mulai menyampaikan konsep karya yang rencananya akan mereka buat, dan Zikri mendengarkan dengan saksama. Walaupun konsep karya masih kasar, atau belum ada gambaran jelas mengenai karya apa yang akan dibuat dan dipamerkan, Zikri sedikit memberi masukan tentang karya masing-masing peserta. Menurut pengamatanku, setidaknya sampai saat itu, beberapa peserta sudah memiliki konsep ingin membuat apa nantinya. Banyak yang berkeinginan membuat karya fotografi (seperti Sabrina dan Kokok), instalasi (seperti Marie, Luna, Akbar dan aku sendiri) atau karya video (seperti Dinda, Rayhan dan Hillary). Walaupun, seperti yang kukatakan tadi, konsep itu masih kasar.

Akhirnya, tepat pukul sebelas malam, lokakarya hari kedua selesai. Zikri menambahkan bahwa kami dituntut untuk harus tetap berkomunikasi dengan para pembicara, mendiskusikan rencana karya-karya yang akan kami buat. Lebih lanjutnya, Zikri menambahkan untuk tidak membolos di setiap kegiatan lokakarya, karena materi yang disampaikan oleh para pemateri akan bergun, baik untuk kesuksesan kegiatan wepreventcrime SOSPRO III (2015): KONSTRUKSI maupun untuk modal kami di masa depan selepas kuliah nanti. Faktanya, metode-metode belajar kolaboratif seperti itu, hampir tidak pernah diterapkan di lingkungan kampus.

Depok, 9 Oktober 2015
Andreas Meiki Sulistiyanto
wepreventcrime


Leave a comment